MAHARATINEWS, Surabaya – Hakim Adhoc Tipikor, Dr. Andreas Eno Tirtakusuma, meluncurkan sekaligus mendedikasikan bukunya berjudul “Hakim dan Penjatuhan Pidana” sebagai kado peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Mahkamah Agung Republik Indonesia. Acara peluncuran berlangsung di Aula Pengadilan Tinggi Surabaya, Jumat (29/8/2025).
Buku tersebut secara khusus diserahkan Andreas kepada Ketua Mahkamah Agung Prof. Dr. H. Sunarto, S.H., M.H., dan Wakil Ketua Bidang Yudisial Suharto, S.H., M.Hum. Momen ini menjadi bentuk penghormatan Andreas terhadap institusi peradilan tertinggi di Indonesia yang sedang merayakan usia delapan dekade.
“Semoga buku ini cukup memberikan inspirasi serta menguatkan iman dan keyakinan hakim dalam membuat putusan-putusannya. Apabila hukum dan keadilan ditegakkan maka akan terwujud masyarakat yang adil dan beradab,” ucap Andreas Eno Tirtakusuma.
Buku ketiga karya Andreas ini menguraikan secara mendalam pergulatan hakim dalam menjatuhkan pidana. Ia menyoroti dilema antara rasio dan nurani yang kerap mewarnai pertimbangan hakim dalam merumuskan sebuah putusan.
Di awal pembahasan, Andreas mengupas perdebatan mengenai sebutan hakim sebagai wakil Tuhan dan gelar “Yang Mulia” yang dinilai sering memicu kontroversi. Ia menekankan bahwa gelar dan status tinggi seorang hakim harus dibarengi dengan integritas, kejujuran, dan akuntabilitas.
Selain itu, Andreas menegaskan bahwa setiap hakim wajib menjaga putusannya agar terbebas dari bias. “Hakim dituntut bukan hanya cerdas secara intelektual, tapi juga memiliki kebijaksanaan moral dan spiritual yang kuat,” kata Andreas menambahkan.
Menariknya, buku ini juga membahas peran teknologi dalam dunia peradilan, khususnya pemanfaatan kecerdasan buatan (AI). Menurut Andreas, AI bisa menjadi alat bantu riset dan analisis hukum yang memperkaya perspektif hakim, meski tetap menghadapi tantangan etika dan risiko bias.
Ketua Mahkamah Agung, Prof. Dr. H. Sunarto, menyambut baik peluncuran buku tersebut. Ia menilai karya tulis ini relevan dengan kondisi saat ini, terutama ketika integritas hakim menjadi sorotan publik. “Karya seperti ini penting untuk memperkuat kesadaran bahwa keadilan adalah fondasi utama tegaknya negara hukum,” ujarnya.
Penerbitan buku ini bertepatan dengan maraknya demonstrasi di berbagai kota yang menyoroti ketidakadilan dalam jalannya pemerintahan dan kehidupan rakyat. Kehadiran buku Andreas dinilai mampu memberi sudut pandang baru tentang bagaimana hakim harus tetap teguh menjaga nurani dan akuntabilitasnya.
Andreas sendiri bukan orang baru dalam dunia kepenulisan. Sebelumnya, ia sudah menerbitkan dua buku, yakni “Hakim dan Penegakan Hukum” serta “Hakim dan Hukum Pidana Korupsi” pada Desember 2024. Dengan terbitnya buku ketiga ini, Andreas semakin meneguhkan dirinya sebagai hakim yang konsisten mendorong peradilan berintegritas melalui gagasan dan pemikiran akademis. (mnc-red)

