MAHARATINEWS, Palangka Raya– Rencana pembangunan blok pasar di kawasan situs sejarah Huma Betang Ngalangkalang, Kabupaten Kapuas, memicu gelombang penolakan keras dari berbagai elemen masyarakat adat Dayak.
Aksi deklarasi sikap dan penyegelan lokasi proyek dilakukan oleh Aliansi Dayak Bersatu (ADB) Kalteng, Kapakat Dayak Kapuas, serta sejumlah tokoh adat, yang menilai proyek senilai Rp8,1 miliar tersebut sebagai bentuk pelecehan terhadap adat dan budaya Dayak.
Ketua Umum ADB Kalteng, Megawati, dengan tegas menyebut proyek pasar itu telah menodai kesakralan Huma Betang.
“Saya katakan langsung ke Sekda, situs sejarah Huma Betang tidak boleh ditutupi bangunan apapun. Kalau perlu bangun pasar di bukit atau lokasi lain, jangan menutupi Betang. Itu pelecehan terhadap adat Dayak,” tegas Mega, kepada media ini, Rabu (1/10/2025) sore.
Tokoh Dayak Kapuas, Risben Asmin, SE, selaku inisiator aksi, menilai proyek tersebut berpotensi mematikan fungsi budaya dari Betang yang selama ini menjadi pusat kegiatan adat.
“Blok pasar itu otomatis menutup seluruh pandangan ke Betang. Itu penghinaan terhadap identitas Dayak. Kami minta segera dipindahkan,” tegas Risben.

Sementara itu, Chornelis Onel dari Perak (Perwakilan Rakyat Asli Kalimantan) mengingatkan pemerintah agar tidak mengabaikan filosofi Huma Betang.
“Betang bukan sekadar rumah, tapi simbol falsafah hidup Dayak. Jangan sampai demi proyek, kita mengorbankan sejarah dan budaya sendiri,” katanya.
Tokoh lainnya, Panjung A. Silai dari BMT (Betang Mandau Talawang), menambahkan solusi yang lebih bijak adalah menghidupkan kembali fungsi Huma Betang melalui kegiatan budaya.
“Kenapa tidak gunakan Betang untuk pergelaran seni, upacara adat, atau museum budaya? Itu jauh lebih berharga ketimbang dijadikan pasar,” jelas Panjung.
Tak kalah tajam, sesepuh Dayak Ewal, menegaskan sikap tua-tua adat: “Kami, orang tua Dayak, tidak bisa menerima penghinaan ini. Sepuluh kali pasar dibangun, sepuluh kali pula kami akan menolaknya. Huma Betang bukan barang dagangan, tapi warisan leluhur yang harus dijaga sampai mati,” seru Ewal dengan nada bergetar.
Megawati menegaskan, pembangunan pasar justru akan menjadikan kawasan itu kumuh. “Kalau mau bikin ramai, bangun Betang lebih besar, buat museum, itu bisa jadi ikon wisata seperti di Pontianak atau Bali. Jangan jadikan pasar, itu merusak,” ucapnya.
Ia juga menyinggung regulasi yang dilanggar pemerintah daerah. “UU Nomor 11 Tahun 2010 jelas melarang alih fungsi kawasan cagar budaya untuk tujuan komersial. Jadi alasan apapun, pasar di kawasan ini tidak bisa dibenarkan,” tegas Megawati.

Risben menambahkan, aksi yang mereka lakukan baru tahap awal. “Kami sudah pasang spanduk berisi 7 poin penolakan. Kalau aspirasi ini diabaikan, aksi lanjutan dengan massa lebih besar akan kami lakukan,” katanya.
Megawati bahkan mengancam akan menggerakkan kekuatan lebih luas. “Kalau mereka tetap ngotot, kami akan turun dengan melibatkan perwakilan dari 13 kabupaten, 1 kota, dan mahasiswa. Sasaran berikutnya jelas, kantor Bupati Kapuas,” tandasnya.
Warga Dayak menilai inti persoalan adalah tertutupnya pandangan terhadap Betang akibat bangunan pasar baru.
“Huma Betang itu harus terlihat dari semua sisi. Kalau ditutupi, itu sama saja menghilangkan simbol kesakralan kami. Solusinya sederhana, pindahkan pasar ke lokasi lain,” tutup Mega, tegas. (mnc-red)

