Terimakasih
Sempatkanlah untuk klik iklan, karena itu gratis...!

Tolak Transmigrasi, ADB Kalteng Serukan Pemberdayaan Warga Lokal Dayak

Tolak Transmigrasi, ADB Kalteng Serukan Pemberdayaan Warga Lokal Dayak
Sekretaris Jenderal Aliansi Dayak Bersatu (ADB) Kalimantan Tengah, H. Siyin D. Rangka, SE.

MAHARATINEWS, Palangka Raya – Sekretaris Jenderal Aliansi Dayak Bersatu (ADB) Kalimantan Tengah, H. Siyin D. Rangka, SE, menegaskan penolakan keras terhadap program transmigrasi di wilayahnya.

Menurutnya, kebijakan tersebut berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat adat, mulai dari konflik agraria hingga kerusakan lingkungan.

“Tanah, air, dan hutan di Kalimantan Tengah bukan ruang kosong. Itu milik masyarakat adat Dayak,” tegas Siyin saat diwawancarai Maharati News.

Ia menjelaskan, pembukaan lahan untuk transmigrasi sering mengabaikan hak tanah ulayat. Tanah adat yang selama ini menjadi sumber mata pencaharian warga lokal kerap dianggap “kosong” oleh pemerintah, padahal memiliki nilai sosial, budaya, dan ekonomi yang penting.

“Tidak ada tanah kosong di Kalteng. Anggapan itu keliru dan berbahaya,” ujar Siyin.

ADB Kalteng juga menyoroti kesenjangan perlakuan antara warga lokal dan transmigran. Ia menyebut fasilitas yang diberikan negara kepada pendatang, seperti rumah siap huni, tanah bersertifikat dua hektare, sarana kesehatan, dan sekolah lengkap, justru memunculkan marginalisasi terhadap masyarakat Dayak.

“Program transmigrasi lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya bagi masyarakat adat Dayak,” kata Siyin.

Selain konflik agraria dan kesenjangan sosial, ia menyoroti risiko krisis ekologis akibat pembukaan lahan besar-besaran. Menurutnya, deforestasi, degradasi tanah, dan pencemaran lingkungan menjadi ancaman nyata bagi keberlanjutan hidup masyarakat lokal.

“Stop eksploitasi sumber daya alam di Kalimantan Tengah, berdayakan sumber daya manusia masyarakat Dayak,” tegasnya.

Siyin menambahkan, masuknya pendatang juga berpotensi mengikis budaya lokal. Ia menyebut terjadinya erosi nilai-nilai dan norma adat sebagai ancaman bagi eksistensi masyarakat Dayak.

“Jika budaya asli melemah, identitas kita sebagai masyarakat adat akan tergerus,” ujarnya.

Tak hanya itu, ia mengingatkan bahaya politik identitas jika jumlah pendatang melebihi penduduk lokal. Kondisi ini dinilai berpotensi menciptakan dominasi politik yang dapat memicu ketegangan antar-etnis.

Aksi damai ADB pada 4 Agustus lalu di Kantor Gubernur Kalteng berlangsung tertib dan diakhiri dengan audiensi bersama pejabat Pemprov. “Respon mereka positif dan aspirasi kami akan diteruskan ke Gubernur. Kami akan terus memantau realisasinya,” kata Siyin.

Ia menutup dengan harapan agar pemerintah mengalihkan fokus dari program transmigrasi ke pemberdayaan warga lokal. “Sudah cukup. Sekarang saatnya pemerintah memprioritaskan kesejahteraan masyarakat Dayak,” pungkasnya. (mnc-red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *