MAHARATINEWS, Palangka Raya – Dialog yang awalnya berjalan tenang antara Aliansi Masyarakat Peduli Hutan (AMPEHU) dan Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) berubah menjadi arena ledakan kritik tajam. Ruang rapat yang semula hening berubah riuh oleh desakan moral dari mahasiswa, Senin (27/10/2025).
Ketegangan pecah ketika Kepala Dinas Kehutanan Kalteng, Agustan Saining, menyatakan bahwa pihaknya tidak bisa bertindak sendiri dalam menindak pelaku perusakan hutan.
“Kami bukan superbody. Penegakan hukum terhadap tambang ilegal dan perambahan kawasan harus dilakukan bersama aparat lain,” ujarnya di hadapan peserta audiensi.
Agustan juga mengungkapkan kendala di lapangan akibat keterbatasan tenaga kehutanan.
“Saat ini kami hanya memiliki sekitar 1.200 personel untuk mengawasi lebih dari 15 juta hektare kawasan hutan di Kalimantan Tengah. Satu petugas bisa mengawasi ribuan hektare, dan itu tidak ideal,” katanya menjelaskan.
Namun, pernyataan itu justru memantik gelombang protes keras dari peserta audiensi. Ketua Umum SEMMI Kalteng, Afan Safrian, langsung menuding alasan tersebut sebagai tameng klasik birokrasi.
“Jangan memperkecil diri sendiri, Pak! Kalau semua dilempar ke pusat dan alasan selalu SDM kurang, lalu fungsi Dinas Kehutanan di daerah ini apa?” ujarnya dengan suara meninggi.
Afan menegaskan bahwa publik sudah jenuh dengan alasan dan koordinasi tanpa ujung. “Kami tidak mau dengar alasan lagi. Kami mau tindakan nyata, bukan seremonial dan rapat tanpa hasil!” katanya.
Afan bahkan menantang langsung Kadishut untuk turun ke lapangan. “Kalau Bapak berani, ayo sekarang! Cuma empat jam dari Palangka Raya, kami tunjukkan kawasan yang digarap ilegal lebih dari ratusan hektare. Hutan kita rusak parah, tapi pejabatnya sibuk di ruangan ber-AC!” seru Afan.
“Kalau Bapak tidak berani turun ke lapangan dan hanya pandai rapat, lebih baik mundur dari jabatan Kepala Dinas Kehutanan sekarang juga!” tegasnya keras, membuat suasana rapat semakin terasa panas.
Beberapa staf dinas tampak terdiam, sementara sebagian peserta audiensi bertepuk tangan mendukung pernyataan tersebut. “Kami butuh pemimpin lapangan, bukan pejabat layar presentasi!” tegas Afan.
Agustan berusaha menenangkan suasana. Ia mengaku menerima semua kritik dengan lapang dada. “Kami terima masukan ini sebagai koreksi penting. Saya tidak anti kritik, dan kami siap bekerja sama untuk pengawasan lapangan,” ujarnya mencoba meredakan suasana.
Audiensi akhirnya ditutup dengan komitmen tentatif untuk melakukan investigasi lapangan bersama, melibatkan Dinas Kehutanan, Polda, dan Gakkum KLHK. “Kami siap turun jika waktunya ditentukan,” ucap Agustan.
Namun di luar ruangan, Afan menegaskan, “Kami akan kawal janji itu. Jangan ada drama, jangan ada alasan. Kalau tak sanggup selamatkan hutan, tinggalkan kursi jabatan!” pungkasnya. (mnc-red)

