MAHARATINEWS, JAKARTA – Isu pemakzulan Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka yang digaungkan oleh segelintir pihak dinilai tidak berdasar dan sarat kepentingan politik.
Pangeran Syarif Abdurrahman menilai, gerakan ini hanya didasari rasa sakit hati dari kelompok yang tidak menerima kekalahan dalam Pemilihan Presiden 2024.
“Gerakan pemakzulan Gibran ini tidak memiliki landasan hukum yang kuat. Yang memotori juga bukan tokoh netral, tapi oknum pendukung capres yang kalah,” ujar Pangeran Syarif dalam keterangannya, Kamis (12/6/2025).
Ia menilai, manuver politik semacam ini mencederai semangat demokrasi dan hanya menambah kegaduhan di tengah masyarakat.
Menurutnya, jika para tokoh yang melempar isu ini benar-benar memiliki sikap kenegaraan, seharusnya mereka bisa menerima hasil pilpres dengan lapang dada.
“Pilpres sudah selesai, seharusnya sekarang saatnya bersatu membangun bangsa. Tapi yang terjadi justru manuver penuh dendam,” tegas Pangeran Syarif.
Ia juga menyarankan Presiden terpilih Prabowo Subianto untuk bersikap tegas terhadap pihak-pihak yang mencoba mengganggu stabilitas politik, termasuk yang cawe-cawe dalam wacana pemakzulan Gibran.
“Pak Prabowo sebaiknya menegur mereka dengan baik. Jangan dibiarkan karena ini sudah keterlaluan,” ujar Pangeran Syarif.
Ia menyayangkan jika Prabowo terkesan membiarkan situasi ini berkembang tanpa klarifikasi atau sikap resmi.
“Kami para pemuda sakit hati, wapres muda kami dihina-hina. Ini tidak adil. Kalau sudah kalah, ya sabar tunggu lima tahun lagi. Demokrasi itu harus dijalani dengan jiwa besar,” tegasnya lagi.
Pangeran Syarif juga menyinggung bahwa banyak pihak yang dulu tidak mendukung Prabowo saat pilpres, kini justru ikut campur dalam dinamika politik pascapemilu.
“Kalau pak Prabowo bisa menghormati yang dulu tidak mendukung, maka seharusnya beliau juga menghormati Mas Gibran yang justru berkontribusi besar dalam kemenangan beliau,” ucapnya.
Ia menutup dengan harapan agar Presiden terpilih bisa meredam kegaduhan dengan menunjukkan sikap kepemimpinan yang bijak.
“Pemimpin sejati itu merangkul, bukan membiarkan perpecahan tumbuh liar,” pungkas Pangeran Syarif.