MAHARATINEWS, Palangka Raya – Warga Desa Petak Bahandang, mendatangi Komisi II DPRD Kalimantan Tengah (Kalteng) untuk mengadukan dugaan penyerobotan lahan oleh PT Archipelago Timur Abadi (ATA) yang beroperasi di Kabupaten Gunung Mas.
Kedatangan mereka diterima langsung oleh Wakil Ketua Komisi II DPRD Kalteng, Bambang Irawan, Senin (11/8/2025) siang.
Juru bicara warga, Indra Dani, menjelaskan bahwa perusahaan mengklaim lahan yang digarap masyarakat sejak 2014 tersebut masuk dalam kawasan yang sudah mereka peroleh haknya pada tahun 2012.
“Kami berterima kasih kepada Pak Bambang Irawan yang sudah menerima kami. Permasalahan ini murni sengketa lahan, di mana ada bukti garapan masyarakat yang belum diselesaikan,” ujar Indra.
Ia mengungkapkan, bukti-bukti tersebut mencakup tanam tumbuh dan bekas ladang yang masih ada di lokasi. Menurutnya, lahan yang dipermasalahkan seluas kurang lebih 46 hektare, berada di dua blok yaitu G-18 dan G-22, yang masuk dalam wilayah Desa Sungai Ringin.
“Sebelumnya itu hutan, tapi sejak 2014 masyarakat sudah mengelola. Baru tahun 2023 perusahaan mulai masuk dan kami hentikan kegiatannya,” tegasnya.
Andra menambahkan, pihaknya sempat menggelar pertemuan di Polsek Pujon bersama pihak perusahaan. Namun, pertemuan itu tidak menghasilkan kesepakatan.
“Makanya kami datang ke DPRD Provinsi untuk minta mediasi. Kami berharap ada titik temu, entah ganti rugi atau kesepakatan lain,” ujarnya.
Bambang Irawan menyampaikan apresiasi kepada warga yang memilih menempuh jalur dialog. “Kami menerima masyarakat, dan mengimbau agar jangan sampai situasi menjadi gaduh. Semua pihak diminta menahan diri dan tidak menggarap lahan dulu. Dewan akan memanggil pihak terkait,” katanya.
Ia menegaskan, Komisi II akan terus mengawal persoalan ini, serta meminta aparat yang netral dan profesional untuk memantau situasi di lapangan.
“Terkait legalitas, pengakuan wilayah tidak hanya dalam bentuk surat, tetapi juga bisa melalui bukti di lapangan seperti bekas ladang, pondok, dan tanaman yang menunjukkan adanya pengelolaan,” jelasnya.
Bambang juga mengingatkan agar tidak serta-merta menggarap lahan hanya karena tidak ada dokumen resmi. “Kami ingin semua pihak mempertimbangkan fakta di lapangan. Kalau mau menyelesaikan, datang ke Komisi. Apakah nanti ganti rugi atau kesepakatan lain, itu bisa dibicarakan,” tegasnya.
Menurut Bambang, jika persoalan ini diabaikan, potensi konflik di lapangan akan semakin besar. “Kehadiran masyarakat ini sangat baik. Segera kami akan memanggil para pihak untuk menyelesaikan masalah ini,” katanya.
Indra menambahkan, bahwa pihaknya hanya menghentikan kegiatan perusahaan, bukan menahan alat atau peralatan kerja. “Kalau menahan berarti kami memegang kunci alatnya, tapi kami hanya menghentikan operasional,” jelasnya.
Persoalan ini menjadi perhatian publik karena melibatkan hak kelola masyarakat dan aktivitas perusahaan perkebunan. DPRD Kalteng menegaskan komitmennya untuk memediasi agar penyelesaian dilakukan secara damai, adil, dan menghormati hak semua pihak. (mnc-red)

