MAHARATINEWS, Palangka Raya – Aliansi Dayak Bersatu Kalimantan Tengah (ADB Kalteng), menyatakan penolakan tegas terhadap rencana pemerintah pusat menerapkan program Transmigrasi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029 di Kalimantan Tengah.
Program ini disebutkan akan dilaksanakan di lima kabupaten, yakni Sukamara, Kotawaringin Barat, Gunung Mas, dan Kapuas.
“Kami menolak keras program transmigrasi ini. Sudah cukup masyarakat adat Dayak menjadi korban kebijakan sepihak yang menyingkirkan mereka dari tanahnya sendiri,” tegas Ketua Umum ADB Kalteng, Megawati, saat menyampaikan sikap resmi, Selasa (15/7/2025).
Ia mengingatkan bahwa Kalimantan Tengah telah menjadi lokasi utama transmigrasi sejak era Orde Baru pada 1960 hingga 2014. Saat itu, Gubernur Agustin Teras Narang menetapkan moratorium transmigrasi karena banyak menimbulkan ketimpangan.
“Saya tidak ingin ada kecemburuan sosial, di mana transmigran memperoleh sertipikat tanah, tetapi masyarakat lokal malah termarjinalkan,” kata Megawati, mengutip pernyataan Teras Narang saat menjabat.
Namun, kebijakan itu dicabut pada 2018 oleh Gubernur Sugianto Sabran, membuka kembali pintu bagi program transmigrasi.
Menurut ADB Kalteng, keputusan itu menyisakan banyak persoalan di masyarakat adat, antara lain marginalisasi, konflik lahan, erosi budaya, dan kerusakan lingkungan.
“Ini karena transmigran mendapat semua fasilitas: rumah, lahan, modal, sekolah, hingga tenaga medis. Sementara masyarakat adat tetap miskin dan tersisih,” tegas Megawati.
Selain itu, ia menyoroti praktik land grabbing yang merampas tanah ulayat masyarakat adat karena dianggap sebagai “tanah kosong”. Hal ini kerap memicu konflik antara warga lokal dan pendatang.
Melihat dampak yang terjadi, ADB Kalteng mengajukan tiga syarat jika program transmigrasi tetap dipaksakan: legalisasi seluruh tanah adat yang telah bersurat, pencabutan status kawasan hutan di atas tanah adat, serta pemerataan pembangunan antara masyarakat lokal dan transmigran.
“Jika pemerintah tidak mengindahkan suara masyarakat adat, maka kami siap melawan secara hukum dan sosial demi mempertahankan hak kami,” tutup Megawati. (mnc-red)