Maharati News – Palangka Raya, Tingkat fertilitas Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) berdasarkan hasil Sensus Penduduk 1971 sampai Long Form Sensus Penduduk 2020 (LF SP2020) mengalami penurunan dalam lima dekade terakhir.
Sensus Penduduk 1971 mencatat angka kelahiran total/ total fertility rate (TFR) sebesar 6,83 yang berarti seorang perempuan melahirkan sekitar 6-7 anak selama masa reproduksinya. Sementara LF SP2020 mencatat TFR sebesar 2,31 yang berarti hanya sekitar 2 anak yang dilahirkan perempuan selama masa reproduksinya.
“Dari data tersebut menunjukkan terjadi penurunan cukup tinggi terhadap fertilitas di Kalimantan Tengah,” tutur Statistisi Ahli Madya Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kalteng, Ambar D. Santoso, dalam siaran resmi statistik “Long Form Sensus Penduduk 2020,” Senin (30/1/23) pukul 14.00 WIB.
Begitu juga dengan angka kematian bayi (AKB), kematian yang terjadi pada penduduk yang berumur 0-11 bulan (kurang dari 1 tahun).
“Dalam Rentang 50 Tahun (Periode 1971-2022). Penurunan Angka Kematian Bayi di Provinsi Kalimantan Tengah Hampir 90 Persen,” sebut Ambar.
Selama periode satu dekade bonus demografi Provinsi Kalteng, jumlah AKB menurun dari 23 per 1000 kelahiran hidup pada Sensus Penduduk 2010 menjadi 17,95 per 1000 kelahiran hidup pada LF SP2020.
Peningkatan persentase bayi yang mendapat imunisasi lengkap, serta peningkatan rata-rata lama pemberian ASI membuat bayi semakin mampu bertahan hidup.
“Angka kematian bayi di Provinsi Kalteng paling tinggi sebesar 22.63 per 1000 kelahiran hidup pada LF SP2020, berada di Kabupaten Barito Timur. Sedangkan paling rendah berada di Kota Palangka Raya 14,26 per 1000 kelahiran hidup pada LF SP2020,” beber Ambar.
Sementara jumlah angka kematian ibu (AKI) di Provinsi Kalteng berdasarkan hasil LF SP2020 sebesar 200 yang artinya terdapat 200 kematian perempuan pada saat hamil, saat melahirkan atau masa nifas per 100.000 kelahiran hidup.
Namun, berdasarkan LF SP2020 jumlah AKB Provinsi Kalteng sebesar 17,95, lebih tinggi dari angka nasional. Begitu juga dengan AKI sebesar 200 per 100.000 kelahiran hidup, lebih tinggi dari angka nasional.
“Memang angka kematian ibu dan bayi terus menurun, namun masih dihadapkan dengan tantangan disparitas antar Kabupaten/Kota. Sehingga kami berharap agar arah kebijakan pembangunan terutama di bidang kesehatan, harus dapat memperhitungkan pemerataan antar wilayah,” pungkasnya. (Perdi/MN).