Maharati News – Palangka Raya, Terkait dengan pemberitaan di media Nasional mengenai Ketua Komisi IV DPR RI, Sudin yang semprot Menteri Pertanian, karena banyak impor pangan hingga data palsu Food Estate, WALHI Kalteng menyoroti hal tersebut.
Dimana dalam rapat DPR RI bersama Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo, anggota DPR RI, Sudin menyampaikan, bahwa BPK menemukan adanya beberapa permasalahan menyangkut kegiatan dan program Kementan.
Salah satu yang paling disorotinya, adalah program Food Estate yang menurutnya tidak dapat mencapai target atau gagal di beberapa lokasi, bahkan ditemukan banyak data palsu.
“Kami Komisi IV sudah menyiapkan Panja (Panitia Kerja) Food Estate. Bahkan beberapa teman-teman mengusulkan dibikin Pansus (Panitia Khusus) karena disitu banyak data yang palsu,” beber Sudin.
Menanggapi hal itu, Ketua WALHI Kalteng, Bayu Herinata menyatakan, bahwa pihaknya sudah sejak awal menolak proyek Food Estate, karena hanya akan merusak dan memperburuk kondisi lingkungan khususnya ekosistem gambut dan hutan yang menjadi lokasi Food Estate terutama di kalteng.
“Dua tahun proyek Food Estate (FE) ini kami melakukan monitoring lapangan dan kajian sosialnya, kami menemukan fakta bahwa proyek FE ini gagal dan tidak menjawab kebutuhan pangan yang di gaung-gaungkan oleh Pemerintah,” tegas Bayu di Palangka Raya, Selasa (17/1/23).
Selain itu, tambah Bayu, banyak permasalahan yang terjadi dalam perencanaan dan implementasi proyek di lapangan saat pihaknya melakukan monitoring di lapangan. Mulai dari ketidakjelasan perencanaan proyek, sampai dengan minim partisipasi oleh masyarakat di desa-desa lokasi proyek.
“WALHI Kalteng menemukan implementasi kegiatan skema ekstensifikasi di banyak lokasi yang tidak berjalan maksimal, seperti desa Pilang Kecamatan Jabiren Raya berjalan tidak maksimal,” tutur Bayu.
Pasalnya, dimana pemberian saprodi yang terlambat dan yang lainya adalah benih padi yang diterima petani sebelum pembukaan lahan dilakukan, alhasil banyak pupuk yang rusak dan juga benih kadaluarsa saat lahan sudah dibuka.
Selain itu, pembukaan lahan untuk ekstensifikasi pun mendapat keluhan dari masyarakat yang lahannya masuk dalam proyek food estate, disebabkan pembukaan yang dilakukan menurut petani lahannya tidak siap untuk ditanam, karena masih banyak kayu dan akar yang tidak dibersihkan, serta saluran air tidak dibuat untuk jalur irigasi pertanian.
“Kegiatan ekstensifikasi juga bermasalah dengan masyarakat di banyak lokasi terkait tidak terbuka informasi proyek dan minim partisipatif, seperti di desa Kalumpang, Talekung Punei dan Mantangai Hulu, dimana masyarakat banyak yang tidak mengetahui jika lahan atau kebun nya di masukan dalam lahan untuk ekstensifikasi, sehingga terjadi penolakan oleh masyarakat, serta ada juga yang terpaksa untuk bergabung dalam proyek Food Estate karena lahannya sudah terlanjur digusur,” jelas Bayu.
Untuk itu, pemerintah harus menghentikan upaya perluasan atau ekstensifikasi lahan food estate di kawasan gambut dan kawasan hutan di Kalteng. Selain itu juga, mengevaluasi terkait kegiatan intensifikasi yang dilakukan di kawasan gambut di Ex-PLG.
“Pembukaan hutan dan gambut di kawasan hutan hanya akan memperparah kerusakan lingkungan, dan kondisi darurat ekologis di Kalteng,” tandas Bayu. (Perdi/MN).